Minggu, 23 Februari 2014

Sihir Muram The Magicians

 
(Foto diambil dari www.gagasmedia.net) 
JUDUL: The Magicians, Penyihir-penyihir Fillory
PENULIS:  Lev Grossman

PENERBIT: Gagasmedia

CETAKAN: Pertama, 2010

TEBAL: xii + 560 halaman

ISBN: 979-780-460-7

HARGA:



REVIEW


Sihir Muram The Magicians

Oleh Rohyati Sofjan

Penulis Lepas
N

ovel fantasi memiliki tempat tersendiri di hati pembaca, menawarkan alur imajinasi yang luar biasa. Setelah Harry Potter, novel genre sihir, The Magicians karya Lev Grossman layak diperhitungkan (Gagasmedia, 2010).
Siapakah Lev Grossman sehingga beroleh penghargaan sebagai penulis terlaris versi NewTork Times? Lelaki kelahiran 26 Juni 1969, itu dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang menyukai seni. Ayahnya Allen Grossman adalah penyair, ibunya Judith novelis, saudara kembarnya penulis musik dan novelis juga, sedang adik perempuannya pematung.
Latar belakang semacam itu sangat mewarnai alur novel The Magicians, dunia fantasi yang mencengangkan. Jangan samakan dengan Harry Potter karya J.K. Rowling, The Magicians cenderung untuk konsumsi remaja jelang dewasa. Di sana kegelisahan anak muda, bahasa dan perilaku kasar, pesta liar, seks, alkohol, rokok, obat bius, dan hal-hal lain dalam isinya jelas bukan diperuntukkan sebagai bacaan anak-anak dan ABG.
Menurut Kate Christensen, pemenang PEN/Faulkner Award, Penulis The Great Man dan The Epicure’s Lament, “The Magicians sangat menakjubkan. Kisahnya bergerak cepat; jenis kisah fantasi dewasa yang gelap dan terasa seperti cerita klasik. Saya tidak bisa berhenti ketika membacanya karena terbawa cara bercerita dan imajinasi Grossman yang membuat saya tersihir, belum lagi karakter-karakternya yang rumit. Yang paling penting, pembahasannya tentang dunia sihir sangat brilian dan mengagumkan.”
The Magicians bukan jenis novel yang langsung menawarkan eksen, berputar-putar dulu dalam kerumitan pandangan hidup Quentin Coldwater. Seorang remaja yang jenuh dengan kehidupannya. Kesan muram sangat kentara dalam novel ini, kemuraman Quentin mengingatkan alur dalam novel The Catcher In The Rye, J.D. Salinger (Banana Publisher, 2005). Seorang remaja bernama Holden Caulfield yang gelisah dengan hidupnya. Isinya provokatif. Sedang The Magicians cenderung subversif.
Grossman piawai bermain alur. Di awal novel kita akan dijejali filosofi dan psikologi karakter manusia, namun ia mampu menghidupkan cerita yang sarat imajinasi. Detail-detail rumit dari bangunan gotik, pelajaran sihir di kampus Brakebills, keanehan bentuk, dan hal-hal mustahil lainnya yang niscaya belum pernah dibayangkan pembaca. Dalam dunia The Magicians kita merasa larut dan terlibat meski belum tahu akan dibawa ke mana. Itu bukan jenis genre pop yang mudah dicerna, nuansa sastranya sangat kental terasa. Kenyataan dan dongeng bercampur aduk. Dan ramuan Grossman sangat meyakinkan sehingga pembaca ikut tersihir dalam sihir muram The Magicians.
Yang unik, penyusunan buku setebal 558 halaman tersebut dibagi dalam book. Book I terdiri dari beberapa bagian: dari bagian 1 Brooklyn tempat asal Quentin ketika ia dan James kawannya hendak wawancara masuk Universitas Princeton, namun si pewawancara ditemui mereka telah terbujur mati di dalam rumahnya, meninggalkan Quentin dan James dalam kebingungan psikologis.
Pun pertemuan dengan seorang paramedis cantik yang ikut menangani kejadian ketika peristiwa itu dilaporkan malah menambah kebingungan, di TKP si cantik memberikan dua amplop manila ukuran dokumen bertuliskan nama mereka yang katanya ditinggalkan si pewawancara. Quentin menerimanya dengan terpaksa, James tidak. Siapa nyana, Quentin yang selalu terobsesi dengan novel fantasi negeri antah berantah bernama Fillory mendapati bahwa isi amplop itu adalah buku catatan The Magicians, Buku Keenam Seri Fillory and Further! Saat membalik halamannya, selembar kertas catatan terlipat melayang terbawa angin, menuntun Quentin pada dunia sihir Universitas Brakebills di bagian 2, Brakebills.
Dari sana petualangan pelajaran sihir Quentin bermula, Brakebills mengajarkan banyak hal mengenai ilmu sihir yang tak mudah namun menakjubkan. Quentin menyadari bahwa ia memiliki bakat alami sebagai penyihir yang harus diasah. Bersama kawan-kawannya yang berkarakter unik namun kuat ia belajar banyak, juga bertualang, mengenal awal persahabatan dengan sesama anak berbakat sihir dalam bagian 3, Eliot. Dalam bagian 4-14 Sihir sampai dengan Lulus, ternyata Fillory sangat memengaruhi Quentin, Eliot, dan kawan-kawannya. Fillory adalah benang merah The Magicians.
Ketika berjalan ke tempat wawancara itu, di bawah langit kelabu bersama James dan Julia dalam bagian 1, Quentin dengan muram masih membayangkan Fillory and Further karya Christopher Plover. Lima novel berseri yang diterbitkan di Inggris pada 1930-an. Seri itu menggambarkan petualangan lima Chatwin bersaudara di negeri ajaib yang mereka temukan saat liburan ke perdesaan bersama paman dan bibi yang nyentrik. Tentu saja, mereka tidak benar-benar liburan -- ayah mereka tenggelam sepinggang di tengah kubangan lumpur dan darah di Passchendaele sementara ibu mereka dirawat di rumah sakit karena penyakit misterius yang kemungkinan bersifat psikologis. Itu sebabnya mereka diungsikan ke desa agar selamat.
Namun semua pederitaan itu bertempat jauh di latar belakang. Di latar depan, setiap musim panas selama tiga tahun berturut-turut, Chatwin bersaudara pulang dari sekolah asrama dan kembali ke Cornwall. Setiap kali menemukan jalan ke jagat Fillory yang misterius, bertualang menjelajahi dunia ajaib dan membela makhluk-makhluk lemah yang tinggal di sana, melawan berbagai ancaman kekuatan jahat. Musuh paling aneh dan bandel, di antaranya adalah sosok bertudung yang dikenal sebagai Watcheswoman -- Wanita Pengintai, dengan sihir horologinya yang mampu membekukan waktu, memerangkap seluruh penghuni Fillory pada pukul lima sore yang suram dan mendung di akhir bulan September.
 Petualangan paling menantang, dan klimaks menarik dari The Magicians berada di Book II. Ketika Quentin dan kawan-kawannya lulus dari Universitas Brakebills, kembali pada kehidupan dunia nyata mereka yang tanpa tujuan, sihir terasa membosankan jika diaplikasikan untuk hidup bersama orang-orang “biasa”. Kehilangan sesuatu yang menggairahkan lagi, bagian 15 Manhattan tempat Quentin tinggal bersama Alice seolah rutinitas pesta pora yang hampa. Sampai pada Cerita Penny di bagian 16, membawa reuni Quentin dan kawan-kawannya pada petualangan bahwa Fillory benar-benar ada. Dengan sebutir kancing ajaib dari Lovelady pedagang barang antik yang biasa masuk Brakebills, membawa mereka pada Neitherland di bagian 17. Dan di Upstate Quentin, Alice, Eliot, Janet, Penny, Josh, Anaïs, dan Richard bersiap melanjutkan petualangan lagi untuk mencapai Fillory yang selalu mereka obsesikan.
Sesungguhnya klimaks The Magicians semakin menarik dalam Book III. Lev Grossman jenius dalam membahasakan dunia fantasinya. Kita seakan anak kecil yang haus dongeng, dongeng fabel dan mitologi menyatu ke dalamnya. Begitu menakjubkan. Binatang bisa berperilaku seolah manusia, makan, bicara, dan semacamnya. Pohon bisa berlari. Makhluk-makhluk ajaib yang tercipta dari ketidaklaziman. Pertempuran seru dan tipu daya. Adu sihir melawan kekuatan Martin, anak tertua dari Chatwin bersaudara yang kabur kembali ke dunia Fillory lalu menjadi antagonis cerita sebagai tokoh jahat obsesif sebagai raja.
Martin bukan lagi anak kecil melainkan orang dewasa beruban berjiwa kekanakan namun sakti, menipudaya mereka lewat terompet gading pemberian peri sungai yang ditiup Quentin ketika tiba di gua seusai melakukan pertempuran dengan makhluk-makhluk aneh yang menghalangi, lalu Penny terlibat percekcokan soal mahkota dengan bibi-biri tua Ember ( pasangan mendiang Umber) yang biasa mendepak Chatwin bersaudara agar keluar dari Fillory pada saat-saat tertentu.
Martin adalah iblis terkuat yang harus dihadapi Quentin dan kawan-kawan, iblis dalam daging dan tulang. Pertempuran dan adu sihir kembali bergema di dalam gua. Biasanya dalam cerita, tokoh utama selalu menjadi hero, namun kali ini Quentin bukanlah pahlawan. Kawan-kawannya lebih memiliki kekuatan dalam sihir dan keberanian.
Martin memang berhasil dihabisi Alice -- yang mati terbakar kekuatan sediri kala merapal mantra besar Renaisans di luar batas kemampuan. Namun roh Alice menjadi pahlawan, sebagai niffin yang riang, berhasil menjambak rambut Martin, menarik kepala dari lehernya dengan suara renyah dan kering. Dari sana Book IV  bermula menjadi antiklimaks The Magicians.
Bagian 23, The Retreat  adalah masa pemulihan Quentin di dunia Fillory bersama para Centaurus ketika ia yang terluka dan tidak sadarkan diri selama enam bulan dua hari, terpisah dari dunia nyata dan kawan-kawannya yang entah ada di mana. Quentin mendapati kertas berisi pesan perrpisahan dari Eliot. Sekaligus amplop berisi buku The Magicians yang sempat hilang di ruang ujian kampus Brakebills. Di kamarnya ia beroleh jawaban dari semua misteri yang menelikungnya, sekaligus pertemuan dengan Jane Chatwin, penulis buku itu, yang sekonyong-konyong muncul seolah dari ketiadaan.
Bagi Jane, Martin adalah abang yang tersesat sebagai monster namun tetap keluarga yang tersisa baginya. Quentin dan kawan-kawannya ternyata mainan Jane agar bisa menghentikan kekacauan Martin di Fillory. Sisi manusiawi Martin ditampilkan, Grossman seolah tak suka tokoh hitam-putih dalam ceritanya. Menurut Jane, Plover sering membohongi Martin tiap kali sedang sendirian (korban pedofil?). Mungkin itu alasan Martin yang pemurung kabur ke Fillory, mencari tempat untuk bersembunyi.
Bagian 23-24, Rusa Putih dan Para Raja dan Ratu, membawa Quentin kembali pada dunia nyata, meninggalkan Fillory. Menjalani kehidupan rutin sebagai pekerja kantoran. Quentin merasa sudah cukup banyak melihat dunia sihir untuk bertahan, membangun tembok pembatas agar tak ada lagi sihir yang melewatinya. Namun pada suatu waktu, kawan-kawannya ternyata kembali. Eliot, Janet, sekaligus Julia mengajak Quentin bergabung lagi di Fillory, sebagai raja dan ratu. Dari sini cerita usai namun belum tamat benar. Grossman membuat kita penasaran akan kelanjutan petualangan Quentin di Fillory lagi.
Mencari di google, ternyata ada buku lanjutannya, The Magicians, King of Fillory. Bagi Lev Grossman yang penulis senior sekaligus kritikus buku bagi majalah Time, apa yang dituliskannya adalah kerja keras yang sudah pasti menyenangkan. Grossman jelas bukan pendongeng sembarangan, ia amat detail dalam menciptakan latar, memaparkan kompleksitas kejiwaan peran, deskripsi aksi yang menawan, sekaligus penguasaan berbagai disiplin ilmu untuk diterapkan dalam isi buku.***
Limbangan, Garut, 29 Februari 2012
> Belum perrnah dimuat media mana pun, selalu ditolak. :)
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan jejak persahabatan berupa komentar agar bisa menjalin relasi sebagai sesama blogger. Soalnya suka bingung, SILENT READER itu siapa saja, ya? :D