Sabtu, 26 Juli 2014

Dua Liebster Award, 22 Jawaban Berlipat, dan 11 Pertanyaan

Award dari Rosiy






SELALU ada hal baru dalam dunia blog, dan saya sebagai blogger pemula merasa tersanjung beroleh 2 Liebster Award dari dua orang teman sesama blogger yang baru dikenal dalam hitungan bulan, Muhammad Fathur Rosiy dari Galassia del Sogno pelajar SMK berusia 17 tahun asal Surabaya, dan Meykke Santoso dari Melted Javanese Sugar asal Ambarawa yang tengah merantau jadi guru bahasa Inggris ke Jakarta. 

Jumat, 25 Juli 2014

Black is Geblek

JIKA ada yang bilang hitam itu warna yang sangat-sangat-sangat misterius, sama seperti halnya kucing hitam di malam kelam  yang sekonyong-konyong nongol mengedarkan pandang dengan mata setajam laser dan berkilat-kilat lalu menerkam tikus lewat untuk disantap. Ehm, itu sih kucing tetangga yang kelaparan dan rajin mengganyang hama bukan jejadian. 

Kamis, 24 Juli 2014

Yuk Travel Kuliner ke Wonosobo




giveaway
Giveaway Hari Jadi Wonosobo



APA yang menarik dari suatu daerah selain alam dan budayanya? Kuliner! Urusan lidah dan perut adalah fitrah dasar manusia yang tak bisa dikesampingkan. Dan setiap daerah memiliki keunikan tersendiri sesuai kondisi geografis dan topografinya. Alam Wonosobo yang sebagian besar  berupa pegunungan dan dengan hawa dingin memberi sapuan warna bagi ragam kulinernya.

Senin, 21 Juli 2014

Perkenalan dengan Bebek



Perkenalan dengan Bebek


D
ARI kecil saya tak peduli pada makhluk itu. Suka sih baca komik Donal Bebek sampai menonton film kartunnya, namun tak pernah perhatiin jenis-jenis bebek dalam kehidupan nyata. Dulu juga ibu pernah piara bebek entok yang hobi cebar-cebur di balong rumah kami di Bandung sampai terpaksa “lenyap” sebagai hidangan keluarga, dan saya tak terlalu ingat bagaimana detailnya.
Namun perkenalan sesungguhnya dengan bebek terjadi selepas SMU, di rumah teman ada tetangga yang piara bebek jenis angsa dan saya menontonnya karena kagum saja. Tak tahunya bebek itu marah ditonton saya, padahal cuma sekilas lihat saat hendak ke warung. 4 ekor jalan beriringan, induknya dengan dua anak. Pak atau Bu Bebek malah mengejar saya dengan paruh panjang sembari meleter nyaring, lehernya menjulur ke depan dan sayap dikepak-kepak, disoraki keluarga besarnya. Lho, kok malah diusir dan dimarahi? Terpaksa kabur tungang-langgang karena seumur hidup belun pernah diserang bebek dan tak tahu bagaimana rasanya jika moncong itu malah mematuki atau terbang hinggap di kepala saya. Siapa yang tidak berdebar, coba?
Saya justru terpikir untuk miara bebek setelah dewasa, entah napa. Terjadi begitu saja ketika menulis surat untuk seorang kawan, Mazfans; bercita-cita piara ayam, bebek, kelinci, dan kambing di kampung halaman. Hanya ayam dan bebeklah yang bisa dipiara soalnya tak bisa ngarit rumput. Tinggal dikasi makan dedak sampai nasi sisa.
Bebek pertama kami dikasi seorang saudara dari Bandung. Sepasang jantan dan betina, entok putih. Cukup besar untuk kawin. Namun ibu jengkel karena si jantan malah sempat hilang setelah ajak betinanya ngeluyur sambil cebar-cebur di balong orang, Itu cukup jauh dari rumah, tak tahunya si jantan cuma ngumpet di kolong rumah panggung Bi Titi yang dekat balong. Jelang petang berhasil ditangkap dan diamankan dengan pemberontakan dan leteran nyaring; “Tidaaak, aku tak sudi diperlakukan tak adil! Jangan tangkap, jangan tangkap! Jangan perlakukan tubuh dan sayapku seolah aku binatang malang disewenang-wenangkan, argh...!”
Ibu terpaksa menyembelihnya karena sebal, dikurung ribut mulu pengen keluar, dibiarkan keluyuran takut hilang atau kabur sebagai bebek buronan paling dicari. Tinggal si betina yang dibiarkan tetap hidup sebagai piaraan karena dianggap berkelakuan cukup baik, tak doyan keluyuran, kita sebut saja Desi Bebek. Yang terpaksa dipulangkan ke alam baka sebagai santapan, sebut saja Donal Bebek. Yah apa boleh buat bebek pemberontak itu bisa memicu revolusi, mengajak Desi kabur juga, barangkali. Daripada kehilangan seekor atau sekaligus, dalam pemikiran ibu mending Donal dimanfaatkan dagingnya. Tak peduli Desi butuh pejantan unggul untuk kawin. Dasar ibu!
Butuh waktu cukup lama bagi Desi untuk kawin dan beranak. Dititip pada Bi Wati dan Mang Kosim yang juga piara bebek untuk sementara diurus mereka ternyata tak menghasilkan anak. Entah telurnya gagal tetas atau dikorupsi. Jadi Desi terpaksa dipulangkan. Dipiara di kolong rumah panggung kami. Sebelumnya harus adaptasi dulu, tidak begitu saja boleh keluar. Dibiarkan keluyuran di luar setelah terbiasa dengan habitat barunya.
Dan saya bengong ketika suatu pagi Desi malah bersahut-sahutan dengan sepasang bebek entok jantan dan betina punya tetangga sebelah atas. Ada apa? Berantem. Kata ibu cuma kenalan dan ngobrol. Busyet! Saya takut Desi dikeroyok dua bebek tetangga yang berbulu hitam putih. Memang sih sepintas gitu. Keduanya matuk Desi dan Desi membela diri sambi mundur, saya terpaksa turun tangan untuk membela Desi dengan mengusir sang pengacau. Aman. Namun beberapa waktu kemudian kejadian tersebut berulang. Saya bosan, toh Desi bisa kabur atau menjaga diri jika benar-benar “dianiaya”. Polah kaum binatang suka membingungkan.
Tambah bingung ketika pada akhirnya mereka malah jalan bareng. Perkenalan dah berlanjut membentuk geng bebek? Yah biar saja. Setidaknya Desi tak kesepian, syukur-syukur bisa kawin dengan jantan tetangganya. Dipoligami, ihik. Dan madunya pasti cemburu sebab galak pada Desi. Namun tak bisa apa-apa sebab harus mengerami telur dari pejantan tangguhnya yang selingkuh.
Pada akhirnya Desi beranak juga, telurnya banyak. Anak yang tersisa cuma 6 ekor dari selusin butir telur. Ibu yang mengambili telurnya, katanya kalau kebanyakan takut repot atau tak jadi dierami. Pertama diberi tahu ibu bahwa telurnya telah menetas, pada suatu pagi, saya kagum banget. Ih, culun pisan anak-anaknya. Mungil dengan bercak kuning dan hitam, ada juga yang kuning polos semua. Beda banget dengan Kwik-Kwak-Kwek di komik Donal Bebek. Pokoknya menggemaskan bagi saya, baru seumur hidup pada akhirnya punya bebek piaraan yang beranak banyak.
Ibu menaruh mereka di kolong dapur yang rendah dan berlantai bambu yang ada lubangnya. Dari lubang yang biasa dipakai untuk ngasi makan dan minum, saya tergoda untuk memegang seekor anak bebek. Tertangkap. Si anak karuan mewek, dan induknya ngamuk. Saya tak peduli, cuma ingin memegang dan mengelusnya saja. Desi masih ngamuk-ngamuk  sambil mondar-mandir di bawah kolong. Pada akhirnya saya kembalikan anaknya, Desi berhenti ngamuk. Mereka diam. Namun saya tak bisa menghentikan kebiasaan usil, kalau kumat kembali menangkap satu-dua untuk dipegang dan dielus-elus saja. Cuek Desi ngamuk, cuek anak-anak malang itu syok berat diangkat tiba-tiba lalu  badan mereka “digerayangi”. Buang bom yang mengotori tangan dan lantai bambu sebagai hadiah untuk kejailan saya. Argh!
Saya tak menangkap mereka lagi ketika dah besar dan boleh keluyuran di halaman. Punya hobi baru: jadi pengamat. Bisa bermenit-menit menonton polah mereka, dari makan, minum, tidur, sampai cara jalan yang superculun. Tiap saat menghitung jumlah mereka. Soalnya konyol banget, anak-anak selalu saja ada yang terjatuh ke bawah halaman rumah tetangga. Pasti rasanya sakit jika gitu. Dan saya repot mengawasinya karena batas halaman batu itu tak berpagar. Terpaksa turun ke bawah untuk mengambil budak bangor yang sulit ditangkap, mana harus melindungi diri dari amukan Desi. Ngerti gak saya cuma ingin nolong bukan culik! Desi emang selalu gitu pada siapa saja. Memandang curiga. Si anak kabur ke arah lain, saya ikuti, ia berkelit sambil mewek-mewek ditonton saudara-saudaranya yang entah napa seolah jadi backing vocal, dan saya atau siapa saja harus berhati-hati jangan sampai Desi  terbang  menyerang. Pokoknya untuk melakukan aksi penyelamatan itu kita harus siaga juga agar selamat dari amukannya.
Si anak tertangkap. Dengan hati-hati saya taruh di tempat aman dan cukup jauh dari Desi.  Bocah itu segera lari menghampiri induknya yang masih meleter nyaring. “Sompret!” Namun tidak lama, setelah dirasa aman mereka akan diam dan kembali melakukan aktivitas harian. Begitu tenang. Namun kejadian tersebut terus berulang. Jatuh. Aksi penyelamatan. Koor leter super bebek mania. Begitu terus, sampai mereka cukup besar untuk tak jatuh ke bawah lagi, atau setidaknya bisa memastikan tempat mana yang aman.
Menikmati polah lucu para bebek adalah hal menyenangkan. Kalau tidur siang mereka akan berbaring di sekitar Desi sambil merapatkan sayap dan meringkuk. Begitu damai dan nyaman. Bahkan ada saja yang naik ke atas punggung sampai leher Desi. Tidur di sana dengam mata mengantuk dan kepala terangguk-angguk yang sontak bisa tegak waspada begitu terdengar suara mencurigakan. Seperti langkah orang lewat. Mereka akan kembali melanjutkan acara tidurnya kalau dirasa dah aman. Begitu seterusnya. Dan saya betul-betul menikmati polah mereka, sangat berbeda dengan ayam yang lincah dan sulit ditangkap. Gaya jalan bebek yang megal-megol lenggang-lenggok dan mudah ditangkap itu serasa hiburan. Betapa Tuhan penuh selera humor. Menciptakan makhluk lucu yang proporsional. Ya, lihat saja anatomi tubuhnya, seimbang dan tak sia-sia. Pendek montok (mungkin karena itu disebut entok?), dengan bagian belakang yang kalau jalan lenggang-lenggok. Jadi, entok itu = pendek montok atau pendek montok lenggang-lenggok? Hehe....
Sebelum beranak, Desi itu sulit makan dan pemilih banget. Cuma doyan kangkung bukan dedak apalagi nasi. Padahal tak tiap hari kami makan kangkung. Itu masalah kebiasaan, barangkali di tempat asalnya ia tak kenal dedak karena mahal dan daerah perkotaan. Jadilah Desi bebek kota yang tak kampungan. Bikin bingung karena meskipun sudah usaha dibiasakan dengan dedak dari hasil menggiling padi di pabrik huller campur kangkung dan sayuran hujau lainnya, Desi cuma asal cicip. Ia akan icip-icip dikit lalu menggelengkan kepalanya kuat-kuat seolah ogah pada dedak itu. Dan cuma akan menyantap kangkung atau sayuran hijau lainnya saja jika dicampur. Desi pun kurus dengan sukses. Bebek veggie yang tak montok dibanding madunya. Itu mencemaskan kami. Namun pada akhirnya Desi terpaksa (atau dipaksa?) mengubah pola makannya setelah beranak banyak. Barangkali karena kelaparan. Itu pun sedikit saja icip-icip pada dedak. Masih disertai gelengan kepalanya kuat-kuat. Sampai anak-anaknya yang besar sebagai barudak kampung pun ikut-ikutan gaya Desi. Tidak terlalu pemilih memang dengan alasan lapar. Malah menjelang gede mereka rakus pisan. Terpaksa menambah porsi jatah makan mereka. Ibu negur karena saya keseringan kasi jatahnya banyak-banyak, katanya harus menghemat dedak karena tak setiap saat kami menggiling padi, dan kadang beli dedak di pabrik kampung. Alasan saya biar cepat gede semua. Dan beranak banyak. Belakangan setelah dewasa, hanya 5 ekor yang tersisa. 3 jantan dan 2 betina. Yang satunya lagi (entah jantan atau betina)? Saya lupa ke mana. Yang dua ekor pada akhirnya dibeli tetangga, sepasang jantan dan betina ABG. Cuma 10 ribu per ekor.
Kata ibu berat ngasi makan karena mereka pada rakus semua. Bagaimana tidak rakus, saya kasi makan 3 kali sehari. Pagi, siang, dan jelang sore. Ya, agar malamnya mereka tidur kenyang sebagai bebek yang diperlakukan adil dan kelak bisa melapor pada Tuhan, bahwa mereka bahagia dipiara saya. Amin.
Kegalakan Desi tetap berlanjut sepanjang hayatnya, kalau lagi meleter ngomel-ngomel pada orang lewat, anak-anaknya akan ikut menyahuti. Namun yang menyedihkan, Desi sering mengejar anak-anaknya tanpa alasan yang saya pahami. Bocah bangor yang dikejar induknya langsung lari terbirit-birit sekencang-kencangnya sebab kalau tertangkap akan habis dipatuki nyokapnya yang kumat. Saya kasihan melihatnya, pernah coba memisahkan mereka namun lebih sering tak berdaya melihatnya karena berada di luar jangkauan saya. Apakah Desi berlaku sebagaimana mestinya sebagai ibu yang sedang memarahi (baca: mematuki) anaknya yang badung dan tak mau menurut atau kurang ajar dalam pandangan kaum bebek? Wallahu a’lam. Apakah yang dilakukan Desi lumrah adanya dalam kehidupan kaum bebek sebagaimana ibu-ibu kaum manusia yang memarahi anaknya dengan cara menghajar atau memukul atau mencubit atau menjewer? Bagi Desi, ia hanya punya paruh maka digunakannya, kadang kakinya mendarat telak di tubuh sang bocah malang. Saya bingung karena baru kali ini melihat ibu bebek yang super galak. Baik dan melindungi pada anak-anaknya, namun di lain waktu bisa ngamuk-ngamuk sambil mengejar mereka. Dan bocah sial adalah yang paling berhasil menarik perhatiannya atau telah membuatnya sewot.
Ketika anak-anaknya besar dan melebihi ukuran tubuh Desi, kegalakan Desi tak berkurang dan anak-anaknya tetap patuh untuk takut lantas lari terbirit-birit jika dikejar induknya yang sedang ngamuk. Desi adalah induk yang super menakutkan bagi anak-anaknya, namun tidak bagi madunya. Desi tetap takut pada si betina bebek tetangga yang cemburuan dan suka mengejar Desi untuk “dihajar” dengan paruh dan kakinya. Pejantan hanya melihat tak berdaya. Cuma bisa melihat sambil meleter-leter, barangkali coba melerai namun tentu saja tak diindahkan bininya yang cembokatan.
Desi, ketika sedang dihajar madunya malang sekali, seolah pasrah, posisi tubuh ditindih, sayap terkulai, dan kepala dihajari aneka jab mematikan. Namun dalam kehidupan kaum bebek, Desi tak sampai terbunuh karenanya sebab bebek dewasa, beda dengan bebek kanak yang rentan terluka lantas mati karena hajaran seniorennya.


Sabtu, 19 Juli 2014

Langkah 5 Menit MAMA LIME Bisa Hemat Air


ENTAH apakah hanya saya satu-satunya insan yang merasa harus repot kala melakukan “prosesi sakral” di dapur demi mempertahankan kelangsungan hidup perut seluruh anggota keluarga.
Memasak mestinya bisa menjadi kegiatan yang mengasyikan kala mengeksplorasi  bahan dan resep agar bisa berubah wujud tidak semata menjelma makanan lezat saja. Ya, kalau bisa, sekaligus sehat!
Demi alasan kesehatan itu pulalah, tiap mengolah sayuran, saking parno saya sering rela repot mencuci sampai berulang kali. Bahkan lebih dari tiga kali. Baik itu dengan cara diguyur air, di bawah kucuran air yang mengalir, atau rendam di wadah lalu  buang dan ganti airnya.
Itu bukan tindakan yang praktis, malah cenderung boros air, meski airnya tinggal ditimba dari sumur di rumah. Namun membayangkan bagaimana dalam sayuran mentah tersebut masih tersisa residu pestisida, saya harus bertanggung jawab demi keselamatan anggota keluarga agar aman dari zat berbahaya. Jangan sampai kita terus-menerus mengonsumsi racun tak tampak dari buah dan sayuran yang disantap.
Seumur hidup jadi penyantap racun sukarela? Ogah banget!
Saya paham kebiasaan petani sini, atau luar negeri sana, dalam hal menerapkan pencegahan hama dan parasit tanaman. Penyemprotan pestisida atau herbisida kerap di luar batas kewajaran demi menjaga kualitas dan kuantitas panen, bahkan ada yang masih menyemprot tanaman sayur dan buah meski jelang pemetikan.
Sebagai ibu rumah tangga, kita harus bijak memilih dan memilah bahan. Palung, anak saya yang masih balita, sedang dalam tahap tumbuh kembang. Sayuran dan buah-buahan harganya relatif terjangkau. Sayangnya untuk beroleh hal murah sekaligus aman butuh kiat ekstra. Ya, seperti urusan cuci-mencuci sayuran di atas, bahkan buah pun tak luput dari perhatian.

 Pestisida Mengepung Rantai Makanan?
Wikipedia mengartikan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk membunuh hama, organisme yang merugikan tanaman pertanian dan hewan ternak. Secara spesifik pestisida dibedakan jenisnya seperti insektisida, herbisida, nematisida, algasida, fungisida, dan rodentisida.  Penerapan pestisida pada beberapa tanaman pertanian dapat meninggalkan residu pada tanaman, bahkan setelah dipanen dan menjadi bahan pangan yang siap dijual.
Residu adalah pestisida yang masih tersisa pada bahan pangan setelah diaplikasikan ke tanaman pertanian.
Baca kelanjutan mengenai pestisida di laman Wikipedia itu bikin merinding. Sebagai emak yang bertanggung jawab, mana mau dipusingkan urusan serem gitu. Anak semata wayang masih  rentan karena antibodi belum berkembang untuk melawan berbagai jenis bahaya toksisitas. Pun suami dan diri sendiri harus dibentengi, dong. Lakukan gerakan cegah tangkal pestisida sedari dini sebelum bahan pangan kayak sayuran dan buah-buahan dicemplungkan ke dapur.

Mari Selamatkan Dulu!
Ehm, langkah awal untuk cegah tangkal adalah kenali dulu tanaman pangan apa yang paling rentan terpapar residu pestisida atau sekadar tercemar kuman dan bakteri.
Menurut Wikipedia, sayuran dan buah-buahan tersebut dibagi dalam dua kategori, dirty dozen dan clear fifteen. Yang dirty mengandung residu kadar tinggi. Ada 12 buah-buahan dan sayur mayur yang memiliki retensi residu pestisida, sehingga meski sudah dicuci residunya masih terdekteksi.
Apel, seledri, tomat ceri, timun, anggur, cabai, nektarin, persik, kentang, bayam, stroberi, dan paprika termasuk tanaman dirty. Wah, padahal suka banget pada sayur dan buah itu.
Asparagus, alpukat, kol, blewah, jagung, terung, grapefruit, kiwi, mangga, pepaya, bawang, jamur, nanas, ubi, dan lathyrus odoratus termasuk yang clear fifteen.
Selain kangkung darat, bagaimana dengan kangkung air? Biasanya kalau beli kangkung yang dijajakan tetangga, itu hasil dari kolam ikannya. Dan sayangnya kolam itu merupakan tempat pembuangan kamar mandinya juga. Kebayang gimana ribetnya cuma untuk urusan sayur, bercampur dengan sabun, deterjen, dan lain-lain. Ada pula kangkung yang ditanam di kolam dengan sistem pengairan dari irigasi atau sungai.
Asal tahu saja, air sungai telah tercemar pestisida dari sawah pula. Plus jika berlumpur, ada larva cacing, ulat, atau bakteri yang kokoh main tebengi kangkungnya. Padahaaal, Palung dan saya penggemar berat kangkung. Enak ditumis. Yah, bisanya menumis doang, belum coba plecing kangkung asli Lombok yang kesohor itu. *Emak kurang kreatif kalau tak ada bahan tambahan, jangan ditiru.

 
Gambar dipinjam dari FP MAMA INDONESIA

Alternatif Antiribet
Bosan ngabisin bergayung-gayung air yang bisa lebih dari seember penuh demi membersihkan buah atau sayuran, dan tak menjamin akan ikut membersihkan residu pestisida, coba saja tips ciamik dari MAMA LIME. Sabun cupir (cuci piring) itu ternyata bisa merangkap sebagai pencuci buah dan sayuran.
Gambar diambil dari laman resmi MAMA LIME

Sudah lama saya sering memakai produk dari PT Lion Wings. Tidak tahan jika cupir pakai sabun colek, baunya itu, lho. Full deterjen!
Hemat sekaligus bermanfaat, dalam satu bungkus kemasan bisa multiguna. Harganya terjangkau pula. Jika kehabisan stok, bisa didapat di warung terdekat.
Jadi, kebiasaan buruk saya dalam mengolah bahan mentah sayur dan buah, berupa menghabiskan bergayung-gayung air bisa diminimalkan. Cara pemakaiannya gampang, tinggal tuang MAMA LIME seperlunya ke dalam wadah untuk merendam buah atau sayuran selama 1,5 menit, kemudian bilas sampai bersih selama 1,5 menit. Pada akhirnya, 2 menit kemudian buah dan sayuran siap disantap.

Produk Terbaru MAMA LIME Green Tea

Ehm, cuma butuh 5 menit saja, toh. Lumayan daripada entah berapa menit yang dihabiskan untuk mencuci buah dan sayuran cuma dengan air doang. Lagipula, air saja tidak cukup, butuh cairan dengan formula anti bakteri yang aman digunakan pada produk makanan (anti bacteria agent food grade/bioguard).
Hanya 5 menit waktu yang saya butuhkan untuk mengolah buah dan sayuran, mempersingkat ritual dapur yang terkadang bikin sesak saking ribetnya dalam mempersiapkan prosesi masakan hingga siap saji, hehe.
Yang lebih penting lagi, ada rasa lega bagi saya sebagai emak, bisa menyajikan buah dan sayuran tanpa rasa khawatir akan pencemaran atau racun yang diam-diam mengintai.
Palung pun bisa dicekoki sayuran, tak masalah cuma timun, kangkung, dan kawan-kawan sebagai menu andalan. Semoga sebagai generasi terkini yang penikmat buah dan sayur, Palung beroleh manfaat dari Aksi Sehat 5 Menit untuk jangka panjang ke depan.
Bagaimanapun, serat hanya kita dapatkan dari buah dan sayuran. Tanpa serat dan minum air putih yang banyak, rasanya tubuh kayak korslet. Mudah lapar atau ada rasa penuh di saluran cerna yang sulit untuk keluar. Tanpa serat kita bisa sembelit, lho. Saluran cerna bisa terganggu. Tanpa serat, rasanya tubuh kurang antioksidan. Serat dari buah dan sayur itu merupakan investasi ke depan agar pola makan yang sehat  bisa diterapkan dalam keseharian. Dan hanya 5 menit yang kita butuhkan untuk membantu gaya hidup macam itu. Cukup dengan bantuan air dan MAMA LIME.***
Limbangan, Garut, 18 Juli 2014
  
     



#LombaBlog #MAMAIndonesia #PTLionWings

    

Rabu, 16 Juli 2014

Mak Empat Semoga Selalu Sehat

[Kontes Semangat Berbagi Blog Emak Gaoel Bersama Smartfren]

SAYA sudah mengenal Mak Empat lama sekali, sejak saya dan Ipah anak bungsunya baru beranjak ABG. Beliau adalah sosok ramah yang dermawan dan ringan tangan. Dulu kala Ipah saya kasih daster tidur yang masih lumayan bagus, Mak Empat malah datang ke rumah untuk balas memberi sesisir pisang hasil kebunnya. Hal yang tidak perlu dilakukannya namun saya sempat tercengang. Betapa ia berupaya membalas kebaikan dengan kebaikan pula. Padahal saya malu sebab sebelumnya ibu marah soal daster yang diberikan ke Ipah. Toh, daster itu kebesaran.
Seiring waktu, kala saya dan Ipah telah berumah tangga dan kembali akrab (karena Palung anak saya senang main dengan Astri anak Ipah), kunjungan sering saya bersama Palung ke rumah Ipah mau tak mau bisa mengenal bagaimana Mak Empat itu -- yang kini menghuni rumah di sebelah rumah Ipah.
Tanah tempat rumah Ipah berdiri adalah pemberian Mak Empat yang dibelinya dari tetangga lain. Kala itu harganya masih murah. Dan Mak Empat membagi jadi tiga bagian untuk anak-anaknya yang belum punya tanah, masing-masing dapat 5 tombak (1 tombak = 14 meter persegi).
Saya kagum, bagaimana janda yang sehari-harinya cuma jualan gula aren dan bantu Bi Enok, anak keduanya, bikin opak Cipeujeuh; mampu memberi sesuatu yang kelak akan sangat berharga bagi kelangsungan hidup keturunannya. Tanah tempat rumah naungan yang dibangun Ipah bersama suaminya yang cuma sopir truk. Sedang ibu saya yang meski telah diberi warisan berikut tunjangan pensiun hasil jerih payah pengabdian almarhum bapak selama 30 tahun jadi PNS, sama sekali tak meninggalkan apa-apa untuk saya. Malah tanah tempat rumah panggung ini berdiri dijualnya ke tetangga tanpa menimbang perasaan anak dan menantu, berikut masa depan cucunya, demi hasrat mubazirnya.
Saya melarikan rasa sakit untuk melihat masih banyak figur pengasih yang peduli pada anak mantu dan cucunya. Di kampung ini kebanyakan orangtua akan berupaya memberikan tanah bagiannya untuk ditempati anak yang telah berumah tangga meski mereka sendiri tidak kaya. Sedang saya malah harus menyaksikan bagaimana dengan entengnya ibu menjual sepetak tanah kebun lain yang 5 tombak agar bisa bayar utang bekas dagangnya yang bangkrut pada rentenir (kemudian kakak lelaki saya dengan enteng pula demi “keterpaksaan” menjual tanah kebun 8 tombak yang mestinya untuk saya padahal "lupa" mengganti bagian saya yang dulu pernah diambilnya, sehingga saya sekarang tak punya apa-apa).
Ibu yang selalu bangkrut jika berdagang namun tak pernah kapok-kapok itu sebenarnya tidak bisa berniaga dengan cerdas. Meminjam modal pada rentenir agar bisa jualan daging keliling dan mengontrak rumah di Kota Bandung yang mahal itu bukanlah pilihan bijak, namun ibu yang bilang suka kesal jika tak berkegiatan menolak ke pengajian rutin di majlis taklim sebagaimana ibu-ibu sepuh lain.
Amarah dan rasa lelah saya karena tidak punya acuan untuk diteladani, harus melihat bagaimana bahagianya Ipah karena beribukan Mak Empat yang perhatian. Saya iri dan kagum pada Ipah. Ipah yang baik seakan mewarisi sifat dermawan dan kesopanan dari seorang Mak Empat.
Mak Empat selalu berbagi hal kecil dan sederhana yang dimilikinya untuk Palung kala kami main ke rumah Ipah. Entah itu makanan dari kebun atau hasil olahan dapur. Saya terharu, dalam kesahajaan masih saja beliau sudi berbagi dengan ikhlas.
Mak Empat yang jago masak itu juga mewariskan keahliannya pada Ipah. Tidak heran saya senang sekali jika diajak mencicipi masakan Ipah. Saya selalu merasakan perbedaan besar antara masakan Ipah dengan saya padahal bahan dan bumbunya sama. Barangkali juga bakat dan rasa cinta ikut tersaji dalam citarasa olahannya.
Ipah yang sudah yatim sejak masih balita itu sangat kasih pada ibunya. Usia Mak Empat sekarang di atas 70 atau awal 80 tahun. Meski giginya sudah ada yang tanggal dan pendengarannya mulai berkurang, namun semangatnya tetap berkobar, mengisi masa tua dengan hal-hal berguna bagi orang terdekat; keluarga dan kerabat, berikut tetangganya. Senang membantu siapa saja.
Ia bukanlah orang yang suka macam-macam, selain ikut majlis taklim, sibuk mengurus cucu-cucu dari anak lelakinya yang telah bercerai dan hanya pengangguran. 3 cucunya yang masih kecil butuh bimbingan dan anak lelakinya tak bisa diharapkan untuk mengurus rumah tangga. Namun rasa kasihnya tidak menyediakan ruang untuk ketidakikhlasan, yang jelas beliau kerap cemas masih mampukah mengurus anak cucunya dengan baik kala usia beranjak renta dan tubuh merapuh.
Saat ramadhan pun, Mak Empat terap beraktivitas seperti biasa. Menyiapkan menu sahur dan berbuka sendirian saja. Cucu yang terbesar dari anak lelakinya baru memasuki SMP, lelaki pula, sedang si bungsu yang perempuan baru kelas 3 SD.
Meski kepayahan karena harus mengurus rumah tangga sendirian, Mak Empat termasuk sosok tegar. Semua risiko dapur dan keperluan keluarga sampai jajan cucu-cucunya ditanggung sendiri.
Kala suatu sore saya bertandang ke rumahnya, Mak Empat hanya menyajikan menu buka sederhana, sayur sawi hijau. Terkadang juga takjil jika ada bahan tambahan. Namun lebih sering seadanya sesuai anggaran yang tersedia.
Beginilah sosok Mak Empat sehabis masak

Nasi untuk berbuka empat orang
Di usia rentanya, Mak Empat seakan beroleh balasan kasih sayang dari seluruh anak, menantu dan cucunya. Menjadi figur yang dihormati karena bukan tipikal orang nyinyir dan pelit. Tidak membuang waktu untuk bergunjing atau hal tak berfaedah lain. Telah mewariskan keterampilan tradisional pada anak cucunya untuk membuat opak Cipeujeuh yang proses pembuatannya tidak mudah, agar keluarga anaknya bisa beroleh tambahan nafkah. Seakan sisa hidupnya telah dibaktikan untuk rasa cinta.
Dan ramadhan pun baginya bukan beban agar anak lelaki dan cucunya bisa ikut berpuasa. Mungkin ramadhan ini hari-harinya lebih melelahkan, namun semoga malaikat mencatat amal kebaikannya. Betapa rasa ikhlas yang bersemayam mampu mengalahkan ego agar bisa beristirahat dengan tenang tanpa rutinitas dan tetek bengek mengurus anak cucunya.
Mak Empat punya enam anak, belasan cucu, dan beberapa cicit dari berdua dengan almarhum suaminya yang hanya buruh tani kecil, beliau telah berjuang sedemikian keras demi kehidupan keturunannya agar tak sengsara. Semoga Allah memuliakan derajatnya. Bahkan di usianya yang renta beliau berupaya tetap puasa meski mulai sakit-sakitan. Ada nikmat dari ramadhan yang telah mulai diresapinya. Bukan sekadar pertemuan keluarga besar kala lebaran kelak, melainkan bahwa usia telah dibawanya ke arah bermanfaat untuk mengajarkan hikmat dengan cara sederhana.***

Limbangan, Garut, 16 Juli 2014

Mak Empat bersama Astri cucu paling bungsu anak Ipah diapit saya dan Palung




Bersama Kita Sebarkan Kebaikan dengan #SemangatBerbagi. Ikuti acara puncak Smarfren #SemangatBerbagi tanggal 19 Juli 2014 di Cilandak Town Square Jakarta.


#LombaBlog #EmakGaul #WindaKrisnadefa #SEMANGATBERBAGI #SMARTFREN

Selasa, 15 Juli 2014

Bersama Accesstrade Kita Maksimalkan Blog!



PERKENALAN saya dengan      www.accesstrade.co.id  bermula dari rekan sesama blogger di group Facebook Warung Blogger. Kita bisa beroleh penghasilan tambahan hanya dengan berafiliasi. Saya tidak tahu apa itu afiliasi, sempat ragu apakah perusahaannya tepercaya. Namun rupanya rekan blogger saya, Mas Jarwadi punya reputasi tepercaya. Jadilah saya ikut mendaftar sebelum habis masa.
Setelah login di ACCESS TRADE REGISTER NOW!  barulah saya bisa masuk. Menyimak apa itu ACCESS TRADE, adalah sebuah sistem periklanan modern di internet, yang menawarkan sistem cost per click (CPC, bayar tiap klik) dan cost per action (CPA, bayar setiap ada transaksi).
Bagi blogger sendiri, dengan ikut ACCESS TRADE berarti bisa menjadi publisher. Publisher adalah nama lain dari media yang memberikan informasi kepada pembaca di internet. Contoh publisher antara lain adalah news portal, media komunitas, ataupun sebuah blog.
Saya tertarik untuk menjadi publisher demi beroleh keuntungan tambahan dari blog. Lewat Access Trade-lah, advertiser bisa memakai jasa publisher agar produk mereka turut diiklankan. Advertiser adalah pihak yang ingin web/produknya dipromosikan oleh para publisher di Access Trade.
Ada cukup banyak advertiser yang menggunakan jasa Access Trade seperti:

1.         StarPrice;
2.         Nusaresearch;
3.         REEBONZ;
4.         PTGranton Marketing;
5.         PerfectBeauty10% Discount;
6.         Bilna;
7.         PT.Monica Hijaulestari, distributor produk Body Shop;
8.         SHOPDECAIS HERE;
9.         ShoppingmagzOnlineshop, majalah belanja internet;
10.       PilihDokter.com, situs kesehatan tepercaya;
11.       Ounty Liem Chicken Rice, restoran ayam sehat yang terkenal.
12.       Video Game Indonesia (VGI);
13.       Qeon Game;
14.       Swiss Bellhotel;
15.       Tunaiku, penyedia jasa keuangan;
16.       Partner Iklan, menyediakan jasa SEO, Facebook ads, Google adsworks;
17.       Dan lain-lainnya akan menyusul, ini hanya sebagian kecil dari advertiser yang memercayakan diri untuk bernaung di Access Trade agar iklannya dikelola publisher, entah dengan membuat review, pasang banner atau link.




     Cara kerja Access Trade sebagai sebuah platform/sistem di internet, berbentuk seperti sebuah control panel yang sangat mudah digunakan siapa saja. Advertiser mendaftarkan iklannya, dan publisher bisa memilih iklan yang ditawarkan oleh advertiser. Publisher akan menerima biaya iklan sesuai perjanjian CPC atau CPA.
CLICK PER CLICK (CPC) adalah klik yang dilakukan setiap pengunjung akan menghasilkan fee bagi publisher, dan advertiser akan membayar fee tersebut pada publisher melalui jasa Access Trade. Begitu pun dengan CLICK PER ACTION (CPA,) akan menghasilkan fee dari setiap aksi yang disepakati seperti per transaksi, pembelian, pengunduhan, atau pendaftaran/register.
Sebenarnya menyenangkan jika kita bergabung dengan Access Trade karena beroleh campaign alias materi iklan yang diperoleh dari advertiser. Kita bisa fleksibel menerimanya.  Menuliskan promo yang kita suka, memajang banner sesuai pilihan sendiri. Yang lebih penting lagi, dari blog yang dikelola secara konsisten, kita bisa beroleh penghasilan cukup menjanjikan di masa mendatang. Pengiklan pun senang karena produknya bisa dikenal khalayak banyak. Sebab tingkat pemasangan iklan kian mahal, dengan Access Trade yang menghimpun publisher, diharapkan promo produk tepat sasaran. Disajikan secara menarik oleh blogger sebagai publisher.
Ada kelebihan CPA dibanding CPC, reward CPA lebih besar bagi publisher, dan keuntungan bagi advertiser adalah tindak lanjut bahwa produknya terjual dengan cara-cara seperti transasksi, pembelian, pengunduhan, sampai pendaftaran.
Maka, tunggu apa lagi? Yuk bergabung dengan Access Trade, baik sebagai advertiser maupun publisher.***








Accesstrade Blog Contest 12 Juni - 15 Juli 2014

Telat Ngasi Info ini. Sudah tanggal 15 Juli. Niat dari kemarin-kemarin malah gak kesampaian. Namun semoga bermanfaat. Untuk arsip, hehe.


Senin, 14 Juli 2014

Untuk Apa Saya Nge-blog?



AWAL mula nge-blog cuma untuk pajang karya sendiri, yang sudah atau tidak layak muat media cetak. Sekadar dokumentasi karya pribadi agar tak tercecer, dan say hello world saya punya karya, lho.
Saya rasa penting bagi penulis lepas mana pun untuk punya blog, selain alasan di atas, juga merupakan CV bahwa kita bisa menulis dan media yang dikirimi karya tahu bagaimana kita. Intinya, blog merupakan jembatan komunikasi pada orang banyak.
Dunia blog bukanlah hal baru bagi saya. Kala di Bandung sudah kenal itu dan punya Multiply, sayang Multiply menghilang entah ke mana. Lalu beralih ke Wordpress, sayang saya menelantarkannya karena tak tahu bagaimana cara membuat tampilan blog. Sampai beralih ke blogspot dengan pertimbangan lebih mudah dan satu paket dengan akun gmail saya yang telah lebih dulu dibuat.
Mulanya saya tak tahu harus ngapain dengan blog, pajang karya doang tanpa interaksi dengan blogger lain. Kalaupun bertandang ke blog yang menarik perhatian, lebih sering jadi silent reader atau membagikannya di Facebook (FB). Lalu di FB mata saya tertuju pada group blog. Tertarik masuk, tapi rupanya group yang saya masuki ada aturan penerimaan anggota. Harus menunggu dulu sampai akhirnya alhamdulillah bisa diterima di Warung Blogger (WB) dan Kumpulan Emak-emak Blogger (KEB).
Saya ikut masuk Warung Blogger gara-gara lihat blog Evi Sri Rejeki, teman lama sesama Geng Mnuliz Mnemonic, Bandung, pajang banner-nya. Saya pikir di sana bisa komunikasi dengan Evi lagi, sekalian belajar nge-blog. Soalnya Evi keren, deh, sudah menerbitkan karya solo. Sedang saya, huaaa… paling antologi bersama dan jarang ikutan lomba menulis lagi.
Sempat bingung harus ngapain di group. Mau cari info desain blog malah disodori aneka tulisan yang berisikan banyak info. Huah, mau pilih mana? Jalan-jalan, kuliner, curhat, tips, aneka info, dan bla-bla lainnya. Jadilah saya silent reader yang kalap plus kebingungan cari panduan nge-blog. Klik sana-sini untuk baca-baca dan ber-oh-uh saking kagum plus minder. Banyak blogger yang tulisan dan desain blog-nya bagus dan apik.
Saya lupa persis bagaimana mulanya, tapi perkenalan di group KEB malah memperkenalkan saya dengan seorang blogger asal Blora. Mbak Moocen Susan di http://moocensusan.blogspot.com. Ia orang pertama yang mengikuti blog saya. Haduh. Saya tak kenal tapi kala bertandang balik, bagus juga tampilan blog-nya. Ada banyak info asyik selain curhat.
Pada akhirnya, seiring waktu, saya beroleh banyak teman baru. Dari blog yang saya ikuti ada yang balik mengikuti. Istilahnya follow back. Makasih pada semua teman blogger saya yang meski jumlahnya baru puluhan namun sudah sangat berarti memberikan ruang untuk mengikuti.
Saya belum terpikir macam-macam dari blog, hanya fokus untuk pajang karya. Tidak tahu apa itu lomba blog apalagi giveaway (GA). Baca tulisan Mbak Susan yang ikutan GA Bebek Judes Resto bikin mupeng ikutan, tapi minder karena kurang bahan. Beralih ikut GA lain punya Mak Dwi Puspita Nurmalinda, alhamdulillah dapat rezeki pulsa 5 ribu sebagai pemenang hiburan.
Saya tetap tak punya konsep menulis blog sampai ikut lomba Mozaik Blog Competition dan alhamdulillah jadi pemenang kedua. Akan tetapi, saya tak selalu menang lomba blog atau GA, ditambah lagi dari kuis buku di FB, lebih sering kalahnya, hehe.
Dibawa senang saja. Ada bahan untuk isi blog. Selain itu bisa menulis dengan gaya curhat. Berasa bebas. Jadi, itulah alasan saya nge-blog, bisa mengaktualisasikan diri dalam relasi dan interaksi antarsesama. Jarak yang berjauhan seakan tiada sekat. Dan saya yang hanyalah orang kampung nun di lereng gunung merasa tak terpencil apalagi kesepian. Saya beroleh banyak dari blog. Perkawanan, hadiah-hadiah, pelajaran berharga dari banyak blogger tentang hakikat hidup dalam kemasing-masingan yang unik.
Ada seorang blogger yang sangat menginspirasi saya, Mak Rebellina Passy. Mulanya saya sedang ada masalah berat sehingga syok (berkaitan dengan rumah ini yang tanahnya telah dijual ibu), membagi peristiwa tersebut di status FB. Ada banyak teman yang menanggapi, hanya Mak Passy yang bertanya lewat inbox dan saya tanggapi. Darinya saya beroleh cerita dan nasihat agar kuat. Ternyata ia pun alami hal berat dan lebih berat daripada saya. Saya tergerak untuk menerapkan nasihatnya, lalu menjelajahi ulang blog-nya. Dulu sih pernah baca blog-nya tapi karena belum alami hal berat jadi belum mengena. Dan saya beroleh tambahan tulisan lain di blog satunya yang lebih menyayat seperti kisah ini. Semoga kuat, Mak.
Saya mencoba bangkit dari rasa yang sempat meremukkan itu. Mutiara Aryani, sahabat baik saya di Batusangkar, bilang barangkali Allah punya rencana terbaik hingga harus demikian. Mau tak mau, saya sedang berjuang agar bisa menerapkan makna ikhlas dan sabar.  
Ternyata menjadi blogger mendapat nilai tambah, semacam terapi pengalihan  agar pikiran negatif yang bersemayam bisa tersingkir dengan kegiatan lebih positif. Saya coba menyibukkan diri dengan BW dan ikut aneka lomba blog sampai GA.
Terus terang saya jenuh jika harus menunggu kepastian pemuatan tulisan di media cetak macam koran dan majalah. Saya memang butuh uang dari honor menulis untuk bantu suami, namun rupanya Allah punya jalan lain akan rezeki saya.
Kala kecewa karena cerpen dan resensi saya belum dimuat juga, ada pelipur lara berupa rezeki yang saya ikuti dari lomba blog dan giveaway. Pulsa, tas belanja serbaguna, kartu pos, sertifikat, pouch HP rajut, ciput, pashmina, hiasan jilbab, dan buku-buku. Alhamdulillah.
Saya sadar tak boleh kecewa kala rezeki yang diinginkan belum tergapai, masih ada rezeki dalam bentuk lain. Buku-buku itu bisa saya resensi dan kirim ke berbagai media. Kalaupun tak layak muat masih bisa dipajang di blog.
Dan saya senang jadi blogger, bangga jika bisa menjadikannya sebagai profesi utama untuk menghasilkan tambahan rezeki. Meski yang baru saya bisa hanya menulis berikut berburu lomba blog dan giveaway.
Trafik Alexa saya baru kisaran di atas 1 juta (pernah anjlok di atas 2 juta gegara 34 hari absen nge-net), masih nol page rank. Semoga suatu saat kelak bisa jadi reviewer produk, dan kemungkinan menghasilkan uang lewat blog bukan lagi hal mustahil.
Yang terpenting adalah jangan berhenti menulis dan mengisi blog. Termasuk kerja ekstra keras seperti banyak baca berikut BW ke mana-mana. Meski tidak mudah untuk konsisten dan mengatur waktu, mengingat saya seorang ibu rumah tangga biasa yang harus rebutan netbook dengan anak balita semata wayang.
Apa pun tujuan awal membuat blog, seorang blogger sebaiknya jangan berhenti belajar agar tidak stagnan!***
Limbangan, Garut, 14 Juli 2014

Tulisan Ini Diikutsertakan dalam [Giveaway] #1TahunBlogILHM


 Ilham